“Menikah.......”, adalah satu kata yang sangat diidam-idamkan setiap insan muda baik yang sudah memiliki pasangan maupun belum.
Dan yang mereka angan-angankan dari sebuah pernikahan sebenarnya adalah
impian sangat indah serta romantis, penuh keceriaan dan canda tawa.
Sebuah dongeng keharmonisan seorang pangeran tampan yang akhirnya
menikahi seorang putri cantik, dan mereka pun hidup bahagia selamanya,
lalu happy ending. Pertanyaannya, apakah pernikahan bahagia memang hanya
ada dalam dongeng?
Seorang pakar pernikahan Dr James C
Dobson pernah menghadiri perayaan pernikahan 50 tahun dua orang
temannya. Si teman pria mengeluarkan pernyataan luar biasa di hadapan
para undangan. Yaitu bahwa ia dan istrinya tidak pernah mengalami
pertengkaran atau argumentasi serius selama 50 tahun pernikahan! Bagi Dr
Dobson pernyataan tersebut terdengar seperti bualan atau kemungkinan
teman dan istrinya telah mengalami hubungan yang sangat membosankan,
atau keduanya. Bagi pasangan-pasangan yang baru menikah, Dr Dobson
mengingatkan untuk jangan terlalu berharap memiliki pernikahan yang
tenang-tenang saja. Sebab pasti ada saat-saat dimana timbul pertentangan
dan konflik. Saat dimana muncul kejenuhan emosional, dimana tidak ada
yang dapat diperbuat kecuali bosan satu sama lain.
Banyak pernikahan dimulai atas dasar
cinta semata. Itu tidak salah, tapi cinta saja tidak cukup. Ketika
ditanya mengapa menikah, banyak pasangan bingung mengapa ia menikahi
pasangannya. Dan ternyata memang banyak alasan-alasan tidak benar yang
dijadikan dasar untuk menikah. Itu sebabnya banyak bahtera rumah tangga
tidak dapat bertahan ketika terkena badai. Padahal sangat jelas tertulis
bahwa “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia” (Mrk 10:9). Penting bagi pasangan yang akan menikah untuk
memahami hakekat dan tujuan pernikahan.
Apa Itu Hakekat Pernikahan?
Hakekat pernikahan Kristen adalah
komitmen total dari dua orang yang berbeda jenis kelamin untuk saling
mengikatkan diri satu sama lain dan juga mereka masing-masing dan atau
bersama-sama mengikatkan diri kepada Tuhan. Dimana masing-masing
pasangan melibatkan Tuhan di dalam setiap keputusan yang akan diambil
dalam kehidupan pernikahan mereka, sebab gagasan pernikahan itu berasal
dari Allah sendiri.
“Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan” (Pkh 4:12)
“TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau maunusia itu seorang diri saja…” (Kej 2:18a)
Apa Yang Dimaksud Dengan Komitmen Pernikahan?
Komitmen adalah suatu janji yang
terpatri jauh di lubuk hati untuk melakukan suatu usaha yang melibatkan
seluruh aspek kehidupan, dalam suatu hubungan pernikahan, seumur hidup,
secara bersama-sama dan saling terkait satu dengan lainnya.
Komitmen merupakan tekad untuk
memelihara dan menjaga pernikahan itu tetap berdiri kokoh. Komitmen juga
merupakan salah satu tiang penopang dalam biduk rumah tangga sehingga
dapat bertahan sampai akhir.
Setiap pernikahan akan mengalami masalah
demi masalah, persoalan demi persoalan datang silih berganti. Ini akan
membuat keintiman mengendur, cinta mula-mula yang dulu menggebu-gebu pun
mulai pudar. Pada saat-saat seperti itulah komitmen pernikahan menjadi
tiang penyanggah untuk menopang pernikahan yang sudah mulai kehilangan
arah dan tujuan.
Menurut Elizabeth Achtemeier pernikahan Krsitiani seharusnya mempunyai komitmen di dalam 6 hal berikut:
1. Komitmen secara total
Berarti, menyerahkan diri secara
menyeluruh dalam hubungan pernikahan sehingga apa pun yang terjadi dalam
kehidupan, mereka akan tetap mempertahankan pernikahan, sampai akhir.
2. Komitmen untuk menerima
Berarti, mau menerima pasangannya secara
utuh, apa adanya, semua kebaikan maupun keburukannya, semua kelebihan
juga kekurangannya. Pasangan kita adalah image of God yang unik dan
tidak pernah akan sama dengan kita. Dia mempunyai hak untuk berbeda
dengan kita, sehingga tetap harus dihargai.
3. Komitmen secara ekslusif
Artinya, hubungan suami dan istri adalah
esklusif bagi mereka berdua, tidak boleh berbagi dengan orang lain,
tidak ada orang ketiga.
Dalam hal ini Tuhan memerintahkan agar
suami dan istri tidak terlibat perjinahan (Kel 20:14; Roma 1:26-27).
Bila suami istri seutuhnya bersatu dalam tubuh, pikiran, jiwa dan roh,
maka seharusnyalah pasangan kita adalah orang yang paling mengerti
tentang kita dan paling cocok untuk kita, bukan untuk orang lain.
Disini, menjaga komunikasi adalah penting, untuk dapat semakin memahami
pasangan dengan baik dan tidak tergoda untuk mencari orang lain.
4. Komitmen yang terus menerus
Pasangan diharapkan menyadari realita
bahwa seiring dengan bertambahnya usia, kehadiran anak, dan banyaknya
kegiatan mungkin akan membuat komitmen menjadi agak berkurang. Itu
sebabnya diperlukan pembaharuan komitmen pernikahan, terus menerus.
5. Komitmen yang bertumbuh
Berarti suatu komitmen yang berkembang
seiring dengan pengenalan akan pasangan masing-masing, tingkat
kedewasaan dan kematangan rohani.
Manifestasi dari komitmen yang bertumbuh
adalah sikap saling memperhatikan kebutuhan pasangan, peka terhadap
kebutuhannya, berkorban, menjaga harga dirinya dan pasangannya dan
mengembangkan talenta diri.
6. Komitmen yang berpengharapan
Berarti suatu komitmen yang tidak pernah
putus harapan. Kita memberikan diri kita kepada pasangan, tidak saja
dengan kasih tetapi dengan penuh pengharapan seperti Kristus telah
memberikan diriNya sendiri. Komitmen demikianlah yang dapat meneguhkan,
menguatkan kita saat pasangan kita menghadapi kesulitan. Kesulitan dan
cobaan yang ada justru bisa saling memperbaharui hubungan kita dengan
Kristus dan pasangan kita.
Sesungguhnya pernikahan bahagia adalah
pernikahan yang bukan saja ada dalam dongeng atau angan-angan tapi juga
dapat diwujudkan bila disertai komitmen (tekad yang kuat) dari kedua
belah pihak untuk memelihara dan mempertahankannya serta mengijinkan
Tuhan campur tangan di dalamnya.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar